Gadis Payung
Ku tapakkan kaki ini
selangkah demi selangkah di atas tanah yang becek. Hujan baru saja turun dan
kini menyisakan rintik rintik hujan yang lumayan membuat tubuhku gemetar
kedinginan. Aku terus saja melangkah tanpa memperdulikan rasa dingin yang
menusuk di pagi yang mendung ini. Ah sial sekali hari ini sudah terlambat
bangun, kehujanan, mobil mogok, dan sekarang harus berjalan menuju sekolah
tanpa jaket ataupun payung. Sempat terlintas dalam benakku untuk berteduh
sejenak namun kuhapus pikiran itu jauh-jauh karena jam pertama nanti adalah jam
pelajaran Pak Raka yang galaknya nggak ketulungan. Fiuh, aku menghela nafas
berat saat menyadari jarak sekolah masih lumayan jauh. Aku tersentak mendapati
seseorang gadis yang sekarang sudah ada disampingku. Ia tersenyum sangat manis
sambil berusaha memayungiku dengan payung yang dibawanya.
“Hai.”sapanya hangat
Aku tersenyum kikuk
membalas sapaannya. Jujur senyumannya yang menawan itu membuatku salah tingkah
sendiri.
"Kamu murid SMA
BHAKTI BANGSA kan?”tanyanya
Aku mengangguk cepat”Iya,
emang kenapa?”
Dia tersenyum
simpul"Aku murid baru disana, boleh nggak aku berangkat bareng kamu?"
"Bolehlah, kenapa
nggak."jawabku senang hati
Aku merebut payung yang
di genggamnya. Ia sedikit terlonjak karenanya.
"Biar aku aja yang
pegang payungnya."ucapku yang diangguki olehnya
Kami berjalan beriringan
dalam diam. Aku merasa canggung karna baru mengenalnya. Lidahku kelu tak
sanggup mengatakan apapun. Apalagi ia terus tersenyum menatap ke depan. Menatap
tetesan air hujan yang kurasa semakin deras. Perjalanan menuju sekolah yang
tadinya lumayan jauh kini tak terasa, mungkin berkatnya. Saat kami akan
berpisah di persimpangan karna aku harus segera menuju kelas sementara ia harus
ke ruang kepala sekolah terlebih dahulu. Aku menyempatkan diri menanyakan
sesuatu yang sedari tadi ingin aku tanyakan.
"Oh iya nama kamu
siapa?"
Ia yang tadinya sudah mau
melangkah pergi terpaksa menghentikan langkahnya dan berbalik.
“Aku Bella Griselda
Zavantra, tapi cukup panggil Bella aja."jawabnya seraya mengulurkan
tanganya
Aku membalas jabatan
tangannya lantas berkata"Aku Iqbaal Raditya Bagus tapi kamu bisa manggil
aku Iqbaal."
***
Hari ini, ntah mengapa
aku sangat bersemangat untuk pergi bersekolah pagi ini. Mungkin karna akan
bertemu Bella. Aku jadi super duper bersemangat pagi ini. Ntahlah ia sudah
berhasil menggetarkan hatiku saat pertama kali bertemu dengannya. Saat pertama
kali melihatnya dengan payung pink yang begitu menggemaskan, saat melihat
senyumnya yang begitu menawan, saat mendengar suaranya yang begitu lembut. Ah
ntahlah hanya karna mengingat itu semua aku bisa gila karna terus senyum-senyum
sendiri. Aku terus setia berdiri tak jauh dari gerbang. Aku ingin jadi orang
yang pertama menyapanya hari ini karna kurasa ia pasti belum mempunyai banyak
teman. Ah itu dia, gadis payungku.
"Bella."panggilku
dengan keras agar ia bisa mendengarnya
Ia menoleh ke arahku dan
kini berjalan menghampiriku.
"Pagi Iqbaal."sapanya
begitu sampai dihadapanku
"Pagi juga."
"Ngapain disini?
lagi nungguin orang ya?”Tanyanya
"Em lagi nungguin
kamu."jawabku jujur sambil menyeringai lebar
Aku bisa melihat pipinya
yang mendadak memerah. Dia tampak semakin cantik dengan pipi yang merah seperti
itu.
"Emang mau ngapain
nungguin aku?”tanyanya
"Ngg."aku
menggaruk tengkuknya sambil berfikir mencari jawaban yang tepat"Aku. . .
em mau ngajakin kamu sarapan bareng dikantin."
Kufikir itu cara yang
tepat agar bisa lebih dekat dengannya.
"Aku udah sarapan
kok Baal."
"Yaah."ujarku
kecewa
"Tapi kalau kamu mau
ditemenin aku mau kok nemenin kamu."lanjutnya
Saat itu juga senyum
terlukis di wajahku, senang sekali rasanya mendengar jawabannya. Aku menatapnya
dengan mata berbinar lantas berkata”Beneran?"tanyaku memastikan
Ia mengangguk"Iya."sahutnya
kemudian
***
Aku terus saja mengutuk
hujan yang turun sore ini. Seharusnya sore ini aku berlatih basket bersama
teman ekskul basket lainnya tapi karna hujan turun terpaksa latihannya
dibatalkan. Sekolah ku memang memiliki lapangan basket indoor tapi masih
direnovasi jadi belum bisa digunakan. Huh hujan selalu mengacaukan segalanya,
aku benci hujan. Aku menghempaskan tubuhku kasar ke gubuk kecil ini. Aku sangat
sering kemari jika aku sedang kesal. Gubuk kecil ini berada diatas bukit yang
tak jauh dari sekolah. Aku menatap datar putihnya air hujan yang menutupi
segala keindahan yang biasanya bisa kulihat dari atas sini. Huh, hujan memang
menyebalkan.
“Kenapa harus ada hujan
sih?"kataku sebal dengan suara yang lumayan keras
"Emangnya kenapa
kamu nggak suka hujan?"
Terdengar suara lembut
dibelakangku yang membuat aku menoleh penasaran. Astaga. . .
"Bella?"pekikku
tak percaya
Bella hanya tersenyum
simpul lalu duduk disampingku. Matanya menatap lurus ke depan, menatap hujan
mungkin.
"Kenapa kamu nggak
suka hujan?”tanyanya yang kini beralih menatapku
"Hujan itu nyebelin."jawabku
seadanya dengan muka kesal tentunya
"Nyebelin?"ulangnya
dengan dahi yang berkerut
Aku mengangguk
"Hujan kan indah
Baal, nggak nyebelin sama sekali kok menurut aku."
"Indah apanya sih
Bel."seruku"Nih ya aku kasih tau hujan itu bikin becek, bikin orang
sakit, bikin orang-orang nggak bisa beraktifitas normal. Pokoknya hujan itu
ngacauin segalanya."paparku panjang lebar
"Hujan itu baik
Baal, coba kalo nggak ada hujan gimana kita bisa bertahan hidup, tumbuhan sama hewan
juga bakal mati."
"Tapi Bel. ."
Ucapanku terhenti saat
Bella memegang pundakku, sekarang ia sedang menatapku dengan tatapan yang ah
membuatku meleleh saat ini juga.
"Segala sesuatu itu
pasti ada baik dan buruknya, nggak ada yang sempurna, karna kesempurnaan cuma
milik Tuhan, hujan itu berkah dari Tuhan Baal dan kita nggak boleh ngebenci apa
yang Tuhan berikan."
Aku tertegun untuk
beberapa saat meresapi omongan Bella barusan. Untuk beberapa saat kami
sama-sama terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku melirik Bella dari
ekor mataku. Ia kini sudah kembali menatap hujan sambil terus tersenyum.
Berbagai pertanyaan kini muncul diotakku. Pertama, bagaiman ia bisa sampai
disini padahal ia baru 3 hari tinggal disini. Kedua, kenapa ia sepertinya sangat
menyukai hujan. Ketiga, kenapa senyumnya begitu manis?
Ah kurasa pertanyaanku
yang ketiga tak perlu ditanyakan.
"Kamu suka hujan ya?”tanyaku
akhirnya
"Banget."jawabnya
tanpa mengalihkan pandangannya kearahku
"Emang kenapa?"tanyaku
penasaran, kepo dikit kan boleh
"Suatu saat kamu
juga bakal tau."katanya sambil tersenyum misterius
"Oh iya kok kamu
bisa sampai sini?” Aku kembali melontarkan pertanyaan
"Kamu lupa ya rumah
aku kan nggak jauh dari sini."
"Emang kamu sering
kesini?”
"Lebih dari 3 kali."
"Hah?”pekikku tak
percaya"Kamu kan baru 3 hari tinggal disini."
"Iya sih, tapi aku
suka ngabisin waktu disini."
"Oh."
"Main hujan -hujanan
yuk."ajaknya
Aku langsung menolak
mentah-mentah"Nggak ah ntar sakit."
"Cemen nih."
Aku yang anti dibilang
cemenpun akhirnya mau dan membiarkan menyeretku ke tengah derasnya hujan. Aku
memang benci hujan tapi aku akan sangat menyukainya jika ada Bella disampingku.
***
Aku mengelap rambutku
yang basah dengan handuk yang melingkar dipundakku. Ini sudah untuk kesekian
kalinya aku bermain hujan-hujanan dengan Bella. Rasanya sangat menyenangkan
menikmati indahnya hujan bersamanya, melihat senyumnya, dan mendengar tawanya.
Dan setiap hari pula rasa cinta dihatiku ini semakin bertambah padanya. Andai
saja ia tahu aku telah jatuh cinta padanya saat kita pertama kali bertemu.
Tapi. . . . bagaimana kalau ia tidak memiliki rasa apapun padaku? Ah
membayangkannya saja sudah sesakit ini apalagi kalau itu benar terjadi. Aku
menghempaskan tubuhku ke atas kursi yang ada di samping jendela. Menatap
putihnya air hujan. Andai saja hujan bisa menyampaikan rasa cintaku pada Bella.
Sebenarnya aku ingin mengatakannya langsung didepan Bella atau bahkan didepan
umum seperti di sinetron yang biasa ditonton kakak perempuanku. Ah tapi
sayangnya aku terlalu pengecut untuk menyatakannya. Aku takut ditolak, aku
takut dia justru akan menjauhiku setelah aku menembaknya. Aku mengacak rambutku
kesal. Kenapa cinta harus seribet ini?
***
Aku terus menatap Bella
dari kejauhan. Memantaunya yang sedang berbaur dengan siswi yang lain. Bastian
benar, Bella adalah orang yang mudah bergaul, walaupun baru sebulan Bella
sekolah disini tapi ia sudah mempunyai banyak teman. Hampir seluruh siswa
disini mengenalnya. Apalagi para kaum lelaki yang katanya banyak yang
menyukainya. Uh mungkin Bastian benar aku harus buru-buru menyatakan perasaanku
sebelum ada laki-laki yang berhasil mendapatkannya. Aku harus berfikir keras
agar aku bisa menjadi pacar Bella secepat-cepatnya. Besok kalau perlu aku akan
menembaknya tanpa mempedulikan apapun resikonya nanti. Yah, aku harus
melakukannya.
***
Aku menghirup karangan
bunga yang memang sudah kupersiapkan khusus untuk Bella. Aku menghirup nafas
sesaat untuk menetralisir rasa gugup yang sedari tadi menggangguku. Setelah
kurasa siap, aku mulai melangkahkan kakiku menuju rumah bergaya minimalis tapi
memiliki pekarangan yang indah sekali. Sesampainya didepan pintu aku segera
mengetuk pintu yang terbuat dari kayu jati itu. Tak berapa lama pembantu Bella
membukakan pintu untukku.
"Mas Iqbaal nyari
non Bella ya?” Tanya bi minah padaku, Bi Minah ini pembantu Bella, ia mengenalku
karna aku memang sering main kesini.
"Iya bi, Bellanya
ada?”
"Mas Iqbaal masuk
dulu deh, biar nanti bibi jelasin."
Aku yang tidak mengerti
maksud omongan bi minah manut saja untuk segera masuk dan duduk.
"Emang Bella kemana
sih bi?”tanyaku penasaran
Bi minah tak langsung
menjawab. Ia terdiam sambil menatapku sedih, dan itu membuatku semakin
penasaran.
"Non Bella udah
nggak tinggal disini lagi mas, baru aja non Bella, tuan, sama nyonya pergi ke
singapura."
Aku melongo kaget"Ta
tapi kenapa bi? Ke kenapa tiba-tiba Bella pindah?”tanyaku terbata-bata
"Non Bella sakit
leukimia mas, makanya tuan sama nyonya bawa non Bella pergi kesana buat berobat."
Aku hanya terdiam
mendapati kenyataan pahit yang sangat menohok hatiku seperti ini. Tuhan jika
ini mimpi, segera bangunkan aku dari mimpi buruk ini. . .
***
Aku membuka amplop surat
yang Bella tinggalkan untukku. Kubuka lipatan kertas putih yang berisi deretan kata
yang Bella tulis untukku.
Dear Iqbaal
Baal sorry ya aku pergi
tanpa pamit. Sebenernya aku nggak mau pergi, aku suka disini, aku punya banyak
temen yang baik disini. Tapi aku harus pergi karna penyakit aku udah semakin
parah. Aku kena leukimia Baal. Orang tua aku ngotot bawa aku berobat ke
Singapore. Aku nggak mau bikin mereka kecewa.
Aku divonis leukimia
sejak 2 bulan yang lalu Baal. Sejak saat itu aku udah nggak punya lagi semangat
hidup Baal. Aku ngerasa hidup aku percuma. Aku cuma ngehabisin aku buat
merenung sama nangis. Tapi itu berubah Baal sejak aku pindah kesini dan kenal
kamu. Aku merasa hidup kembali Baal. Aku ngerasa hidup aku lebih berwarna karna
ada kamu disamping aku. Kamu tau nggak kenapa aku suka banget sama hujan? Itu
karna hujan baik Baal, dia mau nemenin aku nangis, dan dia yang nutupin aku
kalo lagi nangis dan hujan yang slalu nemenin aku kalo lagi sendiri. Aku cinta
hujan seperti aku cinta kamu Baal. Sebenernya aku malu Baal ngakuin ini. Tapi
aku nggak mau terbebani perasaan ini. Aku harap kamu juga punya perasaan sama
kayak aku. Aku harap kalau suatu saat kembali lagi kesini, aku bisa ketemu kamu
lagi, bisa lihat senyum kamu lagi, dan bisa ada didekat kamu lagi.
Jaga diri kamu baik-baik
ya Baal. Aku nggak mau kamu sakit. Aku sayang banget sama kamu Baal. Semoga
Tuhan ngijinin kita buat ketemu lagi ya Baal.
With love
Bella
Jika aku bukan laki-laki
aku pasti sudah menangis sekarang. Dadaku terasa sangat sesak. Sakit sekali
rasanya kehilangan orang yang benar kucintai harus pergi dan menderita penyakit
seganas leukimia. Tuhan kenapa disaat aku benar-benar mencintai seseorang aku
harus kehilanganya. Aku benar-benar mencintainya Tuhan. Dia hidupku, dia
nafasku, dan dia jantungku. Jika aku boleh meminta, aku hanya ingin ia sembuh
dan lekas kembali padaku. Hanya itu Tuhan, kabulkanlah doaku.
***
Hujan sudah turun sejak 1
jam yang lalu namun aku masih saja setia bermain sendirian di lapangan basket
sekokahku. Aku tak peduli tubuhku yang mulai lelah dan menggigil. Hari ini
tepat satu tahun aku bertemu dengan Bella. Aku masih ingat jelas senyumnya,
wajahnya, bahkan payung yang selalu dapakainya saat hujan. Rasanya aku sangat
merindukannya. Kenapa ia tak kunjung kembali? Apa Bella sudah lupa denganku?
Apa dia sudah tidak ingin bertemu denganku lagi? Atau dia sudah. . . Ah tidak
aku harus berfikir positif. Aku mulai mendrible bola oranye ditanganku lalu
melemparnya sekeras mungkin.
"Bellaaaaa."teriakku
frustasi, teriakanku bahkan menggema di seluruh penjuru sekolah karena sekolah
sudah sepi
Dug. .
Bola basket yang ku
lempar tadi membentur ring dan kini terlempar ntah kemana. Aku terduduk lemas
dilapangan. Aku hanya diam membiarkan air hujan mengguyur tubuhku yang
menggigil kedinginan. Wajahku pasti sudah sangat pucat saat ini. Aku lelah, aku
kedinginan tapi aku tak peduli karena ini caraku menunjukkan rasa sedihku, rasa
rinduku pada Bella, dan rasa cintaku yang tak kunjung terbalaskan. Aku
tersentak mendapati tangan yang mendarat dipundakku. Aku menoleh kesal pada
orang yang telah mengagetiku itu. Aku terbelalak, rasanya jantungku berhenti
berdetak dan darahku berhenti mengalir. Aku mengerjapkan mataku berkali-kali
memastikan apa yang aku lihat kini benar dan bukan halusinasiku saja. Setelah
memastikan ini nyata aku tersenyum"Bella."ujarku lirih
Bella tersenyum manis.
Tuhan senyum itu, aku bisa melihatnya lagi. Aku bisa! Aku bisa!
"Kamu nggak kangen
ya sama aku? Kok diem aja sih?”Tanyanya dengan mulut yang dimajukan
Aku pun tersadar dari
lamunanku akibat senyumannya dan segera memeluknya. Payung yang dibawanyapun
sampai terlepas dari genggamannya karena pelukanku yang begitu erat.
"Aku nggak akan
biarin kamu pergi lagi Bel, aku nggak sanggup hidup tanpa kamu."ujarku
bersungguh-sungguh
"Aku juga nggak akan
ninggalin kamu Baal, hidup aku hampa tanpa kamu."
Aku tersenyum
mendengarnya"Kamu udah sembuh kan Bel?"
"Tuhan masih sayang
sama aku Baal, Tuhan ngasih kesempatan aku buat hidup lebih lama lagi."
"Aku cinta kamu Bel,
I love you so much."
Bella melepaskan
pelukannya yang membuatku bingung.
"kenapa? Kamu nggak
cinta ya sama aku? Tapi disurat kamu dulu. . . .”
Aku tidak melanjutkan
omonganku karena Bella kini meletakkan jari telunjuknya dibibirku.
"Aku juga cinta sama
kamu Baal, bahkan yang bikin aku semangat buat sembuh biar cepet balik kesini
itu karna kamu Baal, karna kamu."
"Itu artinya kamu
mau kan jadi pacar aku?”
Bella mengangguk. Aku
langsung melompat dan berteriak kegirangan saking senangnya. Aku kembali
memeluknya dan mencium keningnya. Aku memang benci hujan tapi itu dulu sebelum
aku bertemu dengan gadis payungku ini. Bella benar hujan itu baik. Karna
hujanlah aku dan Bella bertemu dan karna hujanlah kini kita bisa bersatu.
Tamat. . .
1 komentar:
hai buat yg baru donk kak
Posting Komentar